Minggu, 26 Oktober 2008

Harga buku mahal, Tanya Kenapa?

Harga Buku Mahal, Tanya Kenapa?

Oleh: Gatot Aryo

Tingginya angka putus sekolah dan buta huruf di Negeri ini membuat rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat kita. Padahal indikator kemajuan sebuah peradaban Bangsa adalah tingginya minat membaca dan menulis masyarakatnya.

Belum cukup dibebani dengan permasalahan di atas, Bangsa kita di sajikan sebuah kenyataan bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah. Bahkan bagi sebagian masyarakat, buku adalah media terakhir yang dijadikan mereka, untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.

Padahal membaca sangat bermanfaat untuk menggali pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, merangsang imajinasi dan melatih kosentrasi. Melalui membaca buku, cakrawala ilmu kan terbuka, kebodohan dapat dibasmi, dan masyarakat kita akan menjadi masyarakat yang cerdas dan beradab.

Tapi apakah cita-cita mencerdaskan Bangsa akan terwujud ketika minat membaca masyarakat Indonesia rendah. Dan kurva itu mengalami trend penurunan saat iklim bisnis percetaan, penerbitan dan toko buku diguncang oleh naiknya harga minyak Dunia tahun 2008. Hal itu berdampak pada meningkatnya segala beban oprasional Industri Publishing, yang ujung pangkalnya harga buku di pasaran semakin mahal. Walaupun saat ini minyak Dunia cenderung turun, tetapi bukan berarti harga BBM di dalam Negeri juga turun.

Saat semua beban produksi dan pemasaran industri publishing meningkat. Mulai dari hulu seperti harga kertas, ongkos cetak, beban penerbit, ongkos distribusi. Hingga ujung sebelah hilir yaitu diskon modern bookstore yang menyekik penerbit buku. Hal tersebut, membuat sebuah sebuah buku yang menjadi gool product. Harganya menjualang tinggi diatas awan. Dampaknya, masyarakat pembaca kita yang jumlahnya masih sedikit, harus berfikir dua kali untuk membeli buku baru yang harganya meningkat sekitar 10-20 ribu dari harga standarnya.

Bagaimana ini? Siapa yang harus bertanggung jawab atas tingginya harga buku? Dimana kepedulian Pemerintah atas masalah ini? Apakah kepedulian Pemerintah sudah sampai titik, dimana Pemerintah mengambil peran untuk mengkontrol harga buku di pasaran?! Sehingga para pembaca di Indonesia terbantu untuk membeli buku baru dengan harga yang terjangkau????.

Harga buku yang mahal, minat baca yang rendah, dan daya beli masyarakat yang juga rendah, membuat cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa, bagai punguk merindukan bulan. Rakyat Indonesia semakin miskin ilmu karena tak mampu membeli buku yang harganya meroket.

Toko buku semakin merugi karena pelanggannya lari terbirit-birit ketika melihat banroll harga di balik buku. Penerbit hampir mati kehabisan nafas, karena tak sanggup menanggung beban cetak, distribusi, dan pemasaran. Percetakan pusing tujuh keliling menyaksikan harga kertas dan pajak yang terus naik tak mau turun-turun. Dan penulis semakin tidak termotivasi berkarya, karena royalti yang diterimanya terlalu kecil, karen oplah bukunya tidak terlalu bagus di pasaran.

Kalau seperti ini, bagaimana nasib pendidikan dimasa yang akan datang. Bagaimana mengatasi kebodohan masyarakat yang minat membacanya sangat rendah. Latas kapan kita akan menyaksikan Indonesia ini menjadi Bangsa yang beradab, Bangsa yang masyarakatnya memiliki minat membaca dan menulis yang tinggi?!.

Arogansi Modern Bookstore

Saat ini Dunia mengalami resesi ekonomi global, yang diawali tingginya harga komoditas pangan, kemudian disusul tingginya harga minyak Dunia, dan terakhir masalah finansial global yang membuat pasar modal di seluruh Dunia anjlok. Masalah tadi membuat mau tidak mau industri publishing pun terkena dampaknya. Mulai dari maningkatnya ongkos cetak buku, disribusi buku, pemasaran buku hingga promosinya.

Tapi kalau kita analisa dari hulu hingga hilir, dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk percetakan hingga modern bookstore. Biaya tertinggi terletak pada potongan diskon modern bookstore, yang menguasai jaringan monopoli marketing buku-buku di Indonesia.

Awalnya modern bookstore hanya minta discon 25-30% dari jasa konsinyasi buku-buku yang dititipkan penerbit. Tapi sekarang bagi anda penerbit yang baru mengeluarkan buku di bawah sepuluh judul, coba anda datang menawarkan kerja sama dengan modern bookstore sekelas Gramedia dan Gunung Agung. Pasti anda akan di mintai diskon 55-60% dari harga buku anda. Itu belum termasuk pajak 6,5% yang membuat harga buku anda semakin melambung dipasaran.

Belum syarat lain, penerbit anda harus mengeluarkan koleksi 3 judul buku baru, kalau tidak anda akan ditolak. Ditambah lagi sistem pembayaran giro, dan retur buku yang semena-mena. Dan tanpa disadari, sebenarnya modern bookstore telah membunuh penerbit-penerbit kecil yang modalnya pas-pasan. Arogansi pengusaha besar pada pengusaha kecil, hanya untuk kepetingan monopoli pasar.

Dan hanya penerbit besar yang telah menerbitkan bukunya diatas seratus buahlah, yang mendapat diskon lebih rendah dari modern bookstore, itupun hitungannya masih tinggi sekitar 36% dari harga jual buku. Lantas, bagai mana nasib penerbit yang modalnya pas-pasan? Mungkin para penerbit kecil itu hanya bisa bermimpi saja, membayangkan bukunya dipajang di modern bookstore.

Sebab, walaupun anda memaksakan untuk menitipkan buku anda di modern bookstore. Anda hanya tinggal menghitung hari saja untuk bangkrut dan merugi. Arogansi modern bookstore dalam menentukan potongan diskon (36-60%), membuat yang bisa bertahan hanya penerbit besar dengan kapital besar dan infrastuktur pendistribusian yang mapan.

Secara tersirat dan samar ada semacam konspirasi untuk membunuh secara perlahan-lahan penerbit kecil, dengan memperkecil ruang gerak mereka untuk hidup dan mengembangkan bsnisnya. Dan akhirnya Dunia penerbitan di Indonesia hanya dikuasai dan di monopoli segelintir penerbit baru, walaupun banyak brand-brand nama penerbitan baru bermunculnya tapi sesungguhnya penerbit tersebut hidup di bawah satu Imperium Kapitalisme Penerbitan Besar.

Buku adalah media paling efektif untuk menyebarkan ide-ide dan pemikiran. Media ini sangat ampuh dalam merubah pola pikir dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, juga mampu mencerahkan, mengispirasi dan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Bayangkan apabila pasar buku di Indonesia hanya dikuasai oleh idiologi-ideologi tertentu, yang sesuai dengan karakter penerbit-penerbit besar saja?!.

Selama ini kita hanya menyalahkan harga kertas tinggi yang menyebabkan ongkos cetak naik. Tapi sebenarnya ongkos cetak buku hanya membebani sekitar15-25% harga jual buku (dengan asumsi cetak 3-5 ribu exemplar). Dan ongkos cetak bisa di akali kantitas cetak yang tinggi (minimal 3 ribu exp). Semakin tinggi jumlah cetakan maka ongkos produksi semakin murah. Berbeda dengan diskon modern bookstore, berapa pun anda menitipkan buku, diskon yang diberikan modern bookstore tidak turun. Malah terkadang modern bookstore minta tambahan discon 15% lagi untuk acara promo di momen-momen tertentu, artinya penerbit penerbit semakin dicekik oleh arogansi dan hegomoni modern bookstore.

Coba bayangkan?! Dari 100% harga jual di bookstore, 36% milik modern bookstore (spesial penerbit diatas 100 buku), 19% milik distributor buku, 20% milik percetakan, 5% untuk promosi, 10% royalti penulis, dan 10% lagi keuntungan penerbit. Penerbit yang memodali, hanya dapat keuntungan 10% kotor dari total penjualan buku, sedangkan bookstore yang dititipi buku malah minta jatah 36%. Lantas bagaimana nasib penerbit kecil (dibawah 10 judul) yang dimintai diskon 55-60% dari harga jual buku?!. Apakah ini hal ini merupakan bentuk monopoli modern bookstore yang berakibat harga buku mahal di pasaran dan membunuh penerbit-penerbit kecil.

Turunkan Harga Buku

Mahalnya harga buku di modern bookstore merupakan bencana bagi Dunia pendidikan, juga bencana bagi Bangsa ini. Sistem ekonomi kapitalis yang memberi hak seluas-luasnya untuk menentukan harganya sendiri, sesungguhnya hanya akan pemilik modal terbesar (konglomerasi penerbitan dan modern bookstore). Dimana sistem ini, membuat Pemerintah buta sosial, dan lupa bahwa Bangsa ini membutuhkan bacaan-bacaan buku yang murah dan terjangkau.

Persaingan usaha yang tidak adil dan cenderung merugikan Pengusaha kecil juga harus di tindak agar tidak terjadi monopoli yang menguntungkan segelintir pengusaha. Pemerintah juga harus memberi keringanan pajak bagi pengusaha-pengusaha kecil, untuk menggerakkan sektor rill. Modern bookstore harus menjadi tempat bagi semua penerbit (besar atau kecil) yang ingin yang ingin menjual bukunya, dengan potongan diskon yang pantas dan wajar (jangan lebih dari 30% untuk semua penerbit).

Apabila iklim investasi perbukuan di Indonesia, berjalan secara adil dan jujur. Maka harga buku dipasaran dapat ditekan sampai harga standar, yang terjangkau dibeli oleh masyarakat pembaca. Tetapi peran serta Pemerintah sangat penting disini, terutama mensubsidi harga kertas dan mengatur batas diskon yang wajar di keluarkan toko buku pada penerbit (baik penerbit besar maupun kecil).

Agar penerbit memiliki cukup keuntungan untuk menaikkan royalti penulis diatas 10%, ini penting untuk memotivasi para penulis agar produktif dalam berkarya. Dan yang terpenting harga buku di pasaran dapat di tekan seminimal mungkin, hingga masyarakat yang penghasilannya pas-pasan, dapat membeli buku dengan harga terjangkau.

Bangsa yang maju Peradabannya adalah Bangsa yang minat membaca dan menulis masyarakatnya sangat tinggi. Semua itu hanya bisa tercapai apabila harga buku di pasaran terjangkau dan iklim investasi penerbitan kondusif. Tidak terbebani ongkos cetak, dan tidak dicekik oleh diskon bookstore yang semena-mena.

Pemerintah muai dari Presiden, Menkoekuin, Mendiknas, dan Menperindag harus turun tangan agar harga buku tetap terjangkau masyarakat. Para pengusaha Modern Bookstore yang selama ini mematok diskon konsinyasi tinggi (36-60%) harus ditindak, kalau tidak mau menyadari pentingnya memberi ruang gerak pada penerbit-penerbit kecil.

Pemerintah harus berani turun tangan untuk memastikan harga buku tetap murah. Semua demi pendidikan yang murah, demi proses pencerdasan kehidupan Bangsa, juga demi masa depan rakyat Indonesia yang adil dan beradab. Jangan sampai pendidikan hanya milik orang kaya saja, sedangkan orang miskin dilarang pintar. Harga buku harus murah, karena kita tidak ingin menyaksikan Indonesia menjadi Bangsa bodoh dan biadab?!.

Penulis adalah penggiat dan aktivis Komunitas Coretan
gatotkumuh@yahoo.com
gatotaryo.blogspot.com (non fiksi)
gatotkumuh.blogspot.com (fiksi)
komunitascoretan@yahoogroup.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar